My Habibul Qolbi, My Habbah Haqiqi
“Hal jazaa’ul ikhsani illal ikhsan , Fabi ayyi ‘ala ‘irabbikuma tukazzibaan” Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula, maka nikmat Tuhan manalagi yang hendak kamu dustakan” (QS 55:60-61)
Selasa, 03 Juli 2012
BELAJAR DARI SEMUT
Ketika Ibnu Taimiyah mendapat cerita dari Ibnu Qoyyim mengenai kehidupan semut, ia berkata, “Sesungguhnya semut diciptakan Allah dengan watak jujur dan mencela kebohongan.” (Kitab Syifa’ul ‘Alil) Salah seorang arif bercerita bahwa ia pernah menyaksikan sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Ia berkisah: “Suatu ketika aku melihat seekor semut yang berusaha mengangkat bangkai belalang namun i…a tidak sanggup mengangkatnya. Semut itu pergi sejenak lalu kembali dengan membawa serombongan semut lainnya. Sebelum mereka tiba aku mengangkat bangkai belalang itu. Ketika semut dan rombongannya tiba semut tersebut berputar-putar di tempat itu dan diikuti oleh rombongannya namun mereka tidak menemukan apa-apa, akhirnya mereka pun kembali. Aku menaruh bangkai belalang itu di tempat semula. Kemudian semut itu datang lagi dan menemukan bangkai belalang tersebut namun ia tidak mampu mengangkatnya. Semut itupun pergi sejenak lalu kembali dengan membawa rombongannya. Aku kembali mengangkat bangkai belalang itu. Semut-semut itu berputar-putar di sekitar tempat tersebut namun tidak menemukan apa-apa. Lalu semut-semut itupun pergi. Aku kembali meletakkan bangkai itu di tempat semula. Semut itu kembali lagi lalu memanggil rombongannya. Aku kembali mengangkat bangkai belalang tersebut. Semut-semut itu berputar-putar di sekitar tempat itu namun tidak menemukan apa-apa. Lalu semut-semut itu membentuk lingkaran kemudian mereka meletakkan semut yang memanggil mereka di tengah-tengah lingkaran lalu mereka mengangkatnya beramai-ramai dan memotongnya menjadi beberapa bagian, sementara aku melihat semua itu dengan mata kepalaku!” (Keajaiban-keajaiban Makhluk dalam Pandangan Al Imam Ibnul Qayyim, karya Abul Mundzir Khalil bin Ibrahim Amin (penerjemah: Abu Ihsan Al-Atsari Al-Maidani), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Sya’ban 1423 H / Oktober 2002 M, hal. 174-179)
10 ALASAN MENGAPA WANITA ENGGAN BERJILBAB..
Allah telah mewajibkan hijab atas setiap wanita demi melindungi kesuciannya dan menjaga kehormatannya serta menjadi pertanda bagi keimanannya. Oleh karena itu
masyarakat yang jauh dari manhaj Allah dan menyimpang dari jalan-Nya yang lurus adalah masyarakat yang sakit, memerlukan pengobatan yang dapat mengantarkannya kepada kesembuhan dan kebahagiaan. Diantara bentuk penyakit yang sangat menyedihkan adalah tersebarnya fenomena sufur (keberadaan wanita keluyuran diluar rumah) dan tabarruj (terbukanya aurat wanita, rambut, leher, wajah, lengan, kaki dan segala perhiasan dan dandanannya). Sangat disayangkan, fenomena tidak sehat ini telah menjadi ciri khas masyarkat Islam, meskipun pakaian islami masih tersebar didalamnya. Maka pertanyaannya adalah: mengapa masyarakat sampai pada penyimpangan seperti ini? Mengapa kaum muslimah memilih untuk tidak berhijab, menutup aurat dan melindungi harga diri, kesucian dan kehormatan? Untuk menjawab pertanyaan yang kami lontarkan kepada beberapa kelompok remaja putri ini ternyata hasilnya ada sepuluh alasan pokok, yang kalau kita cermati ternyata kesepuluh alasan itu sangat rapuh dan lemah. Berikut ini kesepuluh alasan mereka beserta tanggapannya:
Alasan pertama. Kelompok pertama mengatakan, `Saya belum yakin dengan hijab.`
Maka kita ajukan dua pertanyaan:
Pertama: Apakah mereka secara mendasar telah yakin dengan keberadaan Islam? Jawabannya pasti “Ya”, karena ia mengucapkan لا إله إلا الله. Ini berarti mereka telah yakin dengan aqidah Islam. Dan mereka juga telah mengucapkan محمد رسول الله, ini berarti mereka telah yakin dengan syariat Islam. Jadi mereka telah menerima syariat Islam sebagai aqidah, syariat dan jalan hidup.
Kedua: Apakah hijab termasuk bagian dari syariat Islam dan kewajibannya?
Seandainya mereka ikhlas dan mencari kebenaran dalam masalah ini tentu mereka akan mengatakan “Ya”, karena Allah yang kita imani sebagai satu-satunya sesembahan yang benar telah memerintahkan hijab didalam kitab suci-Nya, dan Rasul shalallahu alaihi wasallam yang kita imani sebagai utusan Allah telah memerintahkan hijab didalam sunnahnya.
Alasan kedua. Wanita kedua mengatakan: “Saya telah yakin dan menerima kewajiban syariat hijab, akan tetapi ibu saya melarang saya untuk memakainya, kalau saya mendurhakainya pasti saya masuk neraka.”
Alasan ini telah dijawab oleh makhluk Allah yang paling mulia yaitu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam ungkapannya yang sangat singkat dan bijak:
« لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ »
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal mendurhakai sang pencipta.”
Kedudukan kedua orang tua terutama ibu adalah sangat tinggi dan luhur, bahkan Allah menyandingkannya dengan perkara yang paling agung yaitu ibadah menyembah kepada-Nya dan bertauhid kepada-Nya, dalam banyak ayat sebagaimana firman Allah:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak.” (al-Nisa`: 36)
Jadi taat kepada kedua orangtua tidak dibatasi oleh apapun kecuali satu hal yaitu jika keduanya memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلىَ أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti kedunya.” (Luqman: 15)
Dan ketidak taatan kepada keduanya dalam hal maksiat tidak menjadi penghalang bagi anak untuk berbuat baik kepada keduanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَصَاحِبْهُمَا فِيْ الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Alasan ketiga. Wanita ketiga mengatakan: “Udara panas di negeri kami, saya tidak tahan, bagaimana jika saya memakai hijab?!
Kepada orang-orang seperti ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُوْنَ
“Katakanlah: “Api nereka Jahannam itu lebih sangat panas(nya) jikalau mereka mengetahui.” (At-Taubah: 81)
Bagaimana bila engkau bayangkan antara panasnya negerimu dengan panasnya api jahannam?
Ketahuilah bawa setan telah membelitmu dengan salah satu tipu dayanya yang rapuh agar kamu terbebas dari panasnya dunia menuju panasnya neraka. Selamatkanlah dirimu dari jerat-jerat setan, jadikanlah teriknya matahari sebagai nikmat bukan sebagai siksa, karena ia mengingatkanmu kepada dahsyatnya adzab Allah pada hari dimana panasnya melebihi penasnya dunia dengan berlipat-lipat ganda.
Alasan keempat. Wanita keempat mengatakan: “Saya takut bila saya berhijab sekarang maka suatu saat nanti saya akan melepaskannya sebab saya melihat banyak yang melakukan seperti itu.”
Kepadanya kita katakan: “Seandainya semua manusia berfikir dengan logika seperti ini tentu mereka meninggalkan agama ini secara total, tentu mereka telah meninggalkan shalat, karena sebagian mereka khawatir meninggalkannya. Tentu mereka juga tidak mau berpuasa karena banyak dari mereka khawatir jika suatu saat akan meninggalkannya … dst. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana sekali lagi setan menjeratmu dengan jaring-jaringnya yang rapuh agar kamu meninggalkan cahaya hidayah?
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling langgeng meskipun sedikit.” Mengapa engkau tidak mencari faktor-faktor yang membuat mereka itu menanggalkan hijabnya, supaya engkau dapat mengatasi dan menanggulanginya?”
Alasan kelima. Wanita kelima mengatakan: “Saya khawatir, jika saya mengenakan pakaian syar`i, saya akan dicap sebagai kelompok tertentu, sedangkan saya tidak suka tahazzub (berpecah belah atas dasar fanatisme golongan).”
Sesungguhya didalam Islam itu hanya ada dua hizib (kelompok) tidak ada yang lain. Keduanya disebutkan oleh Allah didalam kitab sucinya. Hizib pertama disebut dengan hizbullah. Yaitu orang yang ditolong oleh Allah kerena ia mentaati perintah-perintah-Nya dan manjauhi larangan-larangan-Nya. Kelompok kedua disebut hizbusysyaithon yaitu orang yang mendurhakai Allah, mentaati setan dan banyak berbuat kerusakan dimuka bumi. Ketika engkau mematuhi perintah Allah yang diantaranya adalah hijab maka engkau tergabung dalam hizbullah yang beruntung. Dan ketika engkau bertabarruj menampakkan kecantikanmu maka engkau suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar telah naik diatas perahu setan bersama rombongan mereka dari kelompok munafiqin dan kuffar. Sungguh mereka adalah seburuk-buruk teman.
Alasan keenam. Wanita keenam mengatakan: “Ada yang mengatakan kepada saya: “JIka kamu berhijab maka tidak ada laki-laki yang menikahimu.” Oleh karena itu saya tanggalkan dulu masalah hijab ini hingga saya menikah.”
Ukhti, sesungguhnya suami yang menginginkanmu keluar rumah dengan membuka aurat, dan bermaksiat kepada Allah adalah suami yang tidak layak untukmu, suami yang tidak cemburu atas kehormatan Allah, tidak cemburu atas dirimu, dan tidak menolongmu untuk dapat memasuki surga dan selamat dari neraka.
Sesungguhnya rumah tangga yang dibangun diatas dasar maksiat kepada Allah dan diatas kemurkaan-Nya adalah pantas bagi Allah untuk menulisnya sebagai keluarga yang sengsara di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah :
وَمَنْ أعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yag sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)
Setelah itu, sesungguhnya pernikahan itu adalah nikmat dari Allah yang dianugerahkan kepada siapapun yang Dia kehendaki, betapa banyak wanita berhijab yang menikah, betapa banyak wanita yang safirah (sering keluar rumah) mutabarrijah (membuka aurat, kecantikannya) tidak menikah. Apabila kamu mengatakan, bahwa sufurku dan tabarrujku adalah sarana bagi tujuan yang suci yaitu pernikahan, maka tujuan yang suci tidak menghalalkan cara-cara yang rusak dan maksiat dalam Islam. Apabila tujuan mulia maka saranapun harus mulia karena kaedah dalam Islam:
الْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ :
“Washilah (sarana) itu memiliki hukum seperti hukum maksud (tujuan)
Alasan ketujuh. Wanita ketujuh mengatakan: Saya mengetahui bahwa hijab itu wajib, akan tetapi saya akan komitmen dengannya setelah Allah memberikan hidayah nanti.”
Tanyakan kepada ukhti ini, apa langkah-langkah yang ia tempuh agar mendapatkan hidayah dari Allah ini?!
Kita mengetahui bahwa Allah I menjadikan segala sesuatu itu ada sebabnya. Oleh karena itu orang yang sakit minum obat supaya sembuh, seorang musafir naik kereta atau kendaraan supaya sampai ketempat tujuan dst. Apakah ukhti ini benar-benar jujur telah mengikuti jalan hidayah dan mengerahkan kemampuannya untuk sebab-sebab yang dapat mengantarkan kepada hidayah? Seperti berdo`a kepada Allah secara ikhlash sebagaimana firman Allah:
إاِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيْمَ
“Tujukilah kami kepada jalan lurus.” (Al-Fatihah: 6)
Seperti berteman dengan wanita-wantia shalihah, kerena mereka adalah sebaik-baik penolong untuk mendapatkan hidayah dan mempertahankannya, sehingga ia betul-betul komitmen dengan perintah-perintah Allah, dan memakai hijab yang diperintahkan oleh Allah kepada wanita-wanita beriman.
Alasan kedelapan. “Wanita kedelapan mengatakan: “Belum waktunya saya memakai hijab, karena saya masih kecil, nanti kalau saya sudah besar dan sudah haji saya akan berhijab.”
Ketahuilah ada satu malaikat yang berdiri didepan pintumu sedang menunggu perintah Allah. Dia akan bertindak cepat dan tepat kapan saja dari detik-detik kehidupanmu jika ketentuan Allah telah tiba.
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya.” (al-A`raf: 34)
Kemudian tidak pandang bulu, besar ataupun kecil. Bisa saja ajal menjemputmu ketika kamu masih bermaksiat kepada Allah dengan maksiat besar seperti ini; kamu melawan Allah dengan sufur dan tabarrujmu
Alasan kesembilan. Wanita kesembilan mengatakan: “Kemampuan finansialku terbatas, sehingga aku tidak mempu mengganti baju-bajuku dengan pakaian-pakaian yang syar`i.
Kepada ukhti ini kita katakan: “Untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk mendapatkan surga-Nya, semua yang mahalpun terasa tidak ada harganya; harta dan jiwa tidak ada nilainya. Dan ingat Allah pasti menolong hamba-hamba-Nya yang taat. Barangsiapa yang bertakwa pasti Allah berikan jalan keluar dan kemudahan.
Alasan kesepuluh. Akhirnya wanita kesepuluh mengatakan: “Saya tidak berhijab karena mengamalkan firman Allah :
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (al-Dhuha: 11)
Bagaimana saya harus menyembunyikan nikmat kecantikan yang telah Allah berikan kepada saya seperti rambut yang lembut, paras yang cantik dan kulit yang indah?!
Kita katakan: Ukhti ini bersedia mengikuti firman Allah dan komitmen dengan perintah Allah, tetapai sayang selama itu sesuai dengan hawa nafsunya dan menurut pemahaman yang semaunya. Dan meninggalkan perintah-perintah dari sumber yang sama ketika tidak bernafsu kepadanya. Jika tidak mengapa tidak mematuhi perintah Allah:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (An-Nur: 31)
Dan firman Allah swt:
يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (keseluruh tubuh mereka).” (al-Ahzab: 59)
Sesungguhnya nikmat Allah yang terbesar adalah nikmat iman dan hidayah. Lalu mengapa engkau tidak menampakkan dan memperbincangkan nikmat Allah yang terbesar ini yang diantaranya adalah hijab syar`i.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Allah, janganlah Engkau simpangkan hati kami ini setelah Engkau berikan hidayah kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami dari sisi-Mu sebuah rahmat, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi.”
Sabtu, 16 Juni 2012
Menjadi Apapun Diri mu
Karang akan hadapi hujan, terik sinar matahari, badai, juga gelombang. Elang akan menembus lapis langit, mengangkasa jauh, melayang tinggi dan tak pernah lelah untuk terus mengembara dengan bentangan sayapnya. Paus akan menggetarkan samudra hanya dengan sedikit gerakan. Pohon akan hadapi petir, deras hujan, silau matahari, namun selalu berusaha menaungi. Melati ikhlas untuk selalu menerima keadaannya meski tak terhitung pula bunga-bunga lain dengan segala kecantikannya. Kupu-kupu berusaha bertahan, meski saat-saat diam adalah kejenuhan. Mutiara tak memudar kelam, meski pekat lingkungan mengepungnya di kiri-kanan, depan dan belakang.
Tapi Elang menjadi tangguh, tak hiraukan lelah tatkala terbang melintasi bermilyar kilo bentang cakrawala. Karang menjadi kokoh dengan segala ujian. Paus menjadi kuat dengan besar tubuhnya da;a, luas samudra. Pohon tetap menjadi naungan meski ia hadapi beribu gangguan. Melati menjadi bijak dengan dada yang lapang, dan justru terlihat indah dengan segala kesederhanaan. Mutiara tetap bersinar dimanapun ia terletak, dimanapun ia berada. Kupu-kupu hadapi cerah dunia meskipun lalui perjuangan panjang dalam kesendirian.
Menjadi apapun dirimu… bersyukurlah selalu. Sebab kamu yang paling tau siapa dirimu. Sebab kamu yakini kekuatanmu. Sebab kamu sadari kelemahanmu.
Jadilah karang yang kokoh, elang yang perkasa, paus yang besar, pohon yang menjulang dengan akar yang menghujam, melati yang senantiasa mewangi, mutiara yang indah, kupu-kupu atau apapun yang kamu mau.
Tapi tetaplah sadari KEHAMBAANMU
Jumat, 18 Mei 2012
Selalu ada hiburan dariNya pada tiap kesedihan kita
Dalam keseharian, kita tidak selamanya menemukan kondisi dimana keinginan kita tercapai dengan begitu mulusnya. Ada kalanya sebuah kenyataan telak menampar keras kita, saat hal yang benar-benar kita inginkan sejak lama ternyata tidak tercapai. Tentunya hal tersebut menimbulkan kesedihan bagi diri kita, dimana pada hari-hari berikutnya terjadi perasaan kehilangan yang muncul. Terutama di pagi dan di sore hari, saat kita tidak ditemani oleh hiruk pikuk orang, biasanya kita akan teringat kembali pada kesedihan itu.
Pada sebagian orang, kesedihan atas kehilangan menjadi sebuah ganjalan besar untuk bisa hidup normal seperti sedia kala. Semuanya terasa berbeda, karena hati tidak bisa di reverse. Tahapan kesedihan paling rendah adalah perasaan kehilangan tersebut, yang menengah adalah merusak diri, dan yang paling ekstrem adalah menghilangkan nyawa. Na’udzubillahimindzaliik.
Adakalanya waktu merupakan penyembuh luka
Perasaan kehilangan muncul akibat obsesi untuk memiliki. Bukan berarti dengan itu kita tidak boleh berobsesi, namun semestinya kita menyiapkan beberapa alternatif untuk segala kemungkinan yang terjadi. Banyak jalan untuk sampai ke Roma. Perasaan kehilangan yang teramat dalam disebabkan karena efek memiliki dengan satu alternatif saja. Oleh karenanya keputusannya hanya berkisar pada ‘terjadi’ atau ‘tidak terjadi’. Jika terjadi, maka Alhamdulillah sekali. Jika tidak- nah, inilah yang menyebabkan subjeknya menjadi kehilangan arah, menjadi tidak mengerti akan tujuan hidup selanjutnya, padahal dulu kala mungkin ia memiliki banyak sekali keinginan. Entah mengapa terhempas begitu saja. Untuk beberapa saat ia akan linglung, bahkan waktunya terbuang percuma hanya untuk meratapi ketidakberhasilannya tersebut. Perlu waktu untuk menemukan kembali obsesi baru sebagai pemacu hidup. Tidak ada yang bisa menyembuhkan lukanya selain dirinya sendiri. Butuh waktu, untuk sekedar menerima kenyataan yang terjadi. Orang sakit, tidak akan bisa diobati, sampai ia sendiri menyadari bahwa ia sakit. Proses penyembuhan luka pun akan tergantung pada masing-masing orang.
Banyak orang yang terfokus pada kesedihan. Fokus pada kesedihan/ kegagalan menyebabkan kita terus meratapi, lalu kemudian tidak menghiraukan peluang-peluang yang datang. Suatu masa, dimana kesedihan tersebut telah sirna, kita baru sadar betapa banyak peluang yang telah kita lewatkan. Padahal Allah telah bersumpah pada surat Al-Ashr, Demi masa! sesungguhnya manusia kerugian. Jika Allah bersumpah dengan menggunakan sesuatu, mestinya itu adalah hal yang sedemikian pentingnya. Seberapa banyak masa yang telah kita lewatkan untuk meratapi kesedihan, itulah peluang karya yang telah kita buang.
Merusak diri sendiri, tidak akan membuat orang lain lebih memperhatikan kita
Pada sebagaian orang yang mengalami kekecewaan, ia akan mencari kambing hitam. Harus ada orang yang bertanggung jawab atas kekecewaannya. Lalu kemudian merusak diri untuk sekedar menggugat, bahwa orang yang dipersalahkan harus bertanggung jawab atas perubahan buruknya itu. Padahal dalam ayat Al-Qur’an disebutkan, “Barangsiapa berbuat baik maka (adalah) untuk kebaikan dirinya dan barangsiapa berbuat jahat maka untuk dirinya. Kemudian kepada Tuhan kamulah kamu akan dikembalikan”(Surat Jatsiah, ayat 15). Tidak ada gunanya menggugat dengan merusak diri. Jikalah benar orang tersebut turut andil atas kekecewaan dan kegagalan kita, cukuplah kesalahannya sampai situ. Masalah seterusnya, kita memilih untuk merusak diri, itu bagian lain yang tidak berhubungan dengan kesalahannya. Mungkin saja orang tersebut malah tidak sadar atas perubahan buruk kita atas kesalahannya. Atau, jika si kambing hitam sadar telah bersalah, kemudian pertanyaannya, apa yang dapat ia lakukan kemudian? Maaf? Maaf mungkin menghapuskan dosa atas kesalahan, tapi luka tidak bisa dihapuskan begitu saja oleh kata maaf. Lalu apa yang kita harapkan jika ia sadar telah membuat kita berubah menjadi buruk? Tak ada gunanya. Sungguh, apa yang kita lakukan akan menjadi bagian dari hisab kita sendiri.
Selalu ada hiburan dariNya saat masa-masa sulit itu tiba
Layaknya Rasulullah, pada Umul Azmi (tahun kehilangan) diderai kesedihan yang sangat karena ditinggal oleh dua orang yang sangat ia cintai, yaitu Khadijah dan Abu Thalib. Kemudian beliau hijrah ke Tha’if, diderai kejadian menyedihkan lain pula, yaitu penolakan keras dari penduduknya. Betapa luka hati beliau, namun tidaklah beliau terfokus pada luka, tapi pada penyembuhannya, yaitu tetap berdakwah. Lalu Allah memberikan hiburan dalam kesedihannya berupa peristiwa Isra’ Mi’raj. Maka, tanpa kita sadari, dalam kesedihan kita, terdapat kebahagiaan/ kemudahan yang Allah berikan sebagai hiburan. Sekecil apapun kebahagiaan, tentunya harus diapresiasi karena kebahagiaan-kebahagiaan kecil merupakan sarana penghapus kesedihan selama kita dapat mengenalinya.
Sebuah keluarga begitu kesulitan dari segi finansial akibat likuidasi, setiap harinya harus struggle berjuang bahkan untuk makan saja. Tapi Allah berikan hiburan berupa keluarga yang harmonis dengan anak-anak yang mudah untuk dididik dan tidak neko-neko. Atau kemudian seorang yang tidak lulus SPMB, tapi di sisi lain ia diberi hiburan berupa membaiknya kondisi kesehatan ayahnya yang selama ini sakit-sakitan. Atau juga, seorang murobbi yang kesulitan dengan beban hidup keluarganya, tapi Allah berikan hiburan berupa mutarobbinya yang mudah untuk berkomitmen tanpa harus terus mencari cara untuk mendekatkan diri. Atau juga mungkin kasus dimana kita mengalami kesedihan sangat akibat hal yang telah lama diinginkan ternyata tidak didapat, namun Allah berikan hiburan berupa makin mudahnya kita untuk bangun di malam hari untuk berqiyamul lail. Selalu ada hiburan.. saat masa-masa sulit itu tiba. Bahkan mudahnya kita bangun di malam hari untuk berqiyamul lail, merupakan hiburan dari Allah yang seringkali luput kita sadari.
Bahwa sesuatu yang tidak membuatmu mati hanya akan membuatmu semakin kuat (anonim)
Bahwa Al-Qur’an adalah syifaa (obat) terbaik, ia kemudian akan menjadi hudaa (petunjuk)
"Wanunazzilu minal Qurani maa huwa Syifaa u Wa Rahmatan Lil Mukminin..."
Dan kami turunkan Al Quran suatu penawar (obat) bagi orang-orang yang beriman.. (17 : 82). Al-Quran adalah obat. Ia tidak akan berfungsi sebagai petunjuk, jika ia belum bisa menjadi obat. Tak sulit bagi Allah untuk sekedar menyembuhkan kesedihan kita. Dalam sekejap Ia bisa menimbulkan rasa sedih, maka dalam sekejap pula ia bisa menimbulkan rasa tenang. Teruslah memohon, semoga Allah tidak menjadikan rasa sedih sebagai benalu kita untuk beribadah kepadanya. Kemudian, jika kesedihan tersebut telah sembuh, mohonlah lagi supaya ia memberikan petunjuk tentang apa-apa yang mesti dan tidak mesti kita lakukan.
Semoga kita, bisa melewati masa-masa sedih kita dengan bijaksana. wallahua’lambishhowab
Langganan:
Komentar (Atom)




















